Algoritma TikTok dapat membaca kebiasaan penggunanya, sehingga dapat menjadi data yang digunakan untuk menggambarkan keinginan konsumen di Indonesia. Dia bisa memberikan informasi kepada produsen UMKM di China yang mau masuk ke Indonesia
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki mengungkapkan kekhawatiran Project S TikTok Shop akan menggerus Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) lokal. Apa sebenarnya Project S TikTok?
Teten menuturkan, pemerintah melihat fenomena project S TikTok Shop yang pertama kali diterapkan di Inggris akan merugikan pelaku UMKM jika masuk ke Indonesia. Project S TikTok Shop dicurigai menjadi cara perusahaan untuk mengoleksi data produk yang laris manis di suatu negara, untuk kemudian diproduksi di Tiongkok.
Teten mengatakan 21 juta UMKM lokal sudah bergabung di marketplace. Namun, kata dia, sebagian barang yang dijual itu impor. Ia menyebut hal itu karena daya saing produk UMKM lemah, salah satunya dari segi kualitas. Selain itu, ada pula produk yang belum tersedia di pasar lokal.
Teten menyebut algoritma TikTok dapat membaca kebiasaan penggunanya, sehingga dapat menjadi data yang digunakan untuk menggambarkan keinginan konsumen di Indonesia. “Dia bisa memberikan informasi kepada produsen UMKM di China yang mau masuk ke Indonesia, sehingga ini suatu ancaman. Kita sudah perdagangan bebas, tapi saya kira setiap negara juga perlu melindungi UMKM, jangan sampai kalah bersaing,” ujar Teten, Selasa (11/7).
Menurut Teten, TikTok merupakan media sosial yang tergabung dengan platform e-commerce di dalamnya, sehingga menjadi platform socio commerce. Saat ini, Teten menjelaskan perdagangan online saat ini diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE).
Teten mengatakan regulasi itu hanya mencakup perdagangan di e-commerce, bukan socio commerce. Oleh karena itu, Teten mengatakan pihaknya meminta Menteri Perdangan Zulkifli Hasan untuk merevisi permendag tersebut karena tak lagi relevan.
Teten mengusulkan, menyetop perdagangan online cross border melalui e-commerce untuk langsung menjual barangnya di Indonesia. “Ini kan enggak fair, karena kalau misalnya produk UMKM kalau mau jualan, dia harus dapat izin BPOM izin edarnya, sertifikasi halal dan sebagainya, bayar pajak di sini dan sebagainya. Sementara mereka langsung dari luar negeri dengan ritel online bisa langsung jualan, itu kan enggak bener. Karena itu, kami minta setop,” kata Teten.
Teten menyebut sebanyak 97 persen lapangan kerja itu disediakan oleh UMKM. Menurut Teten, apabila Indonesia ingin jadi negara maju dengan pendapatan 12 juta dolar di 2045, maka 97 persen pekerja di bidang mikro, sektor informal harus dilindungi.
“Oleh karena itu kami mengusulkan supaya produk dari luar yang dijual di e-commerce itu minimum harganya yang 100 dolar lah. Boleh barang apa saja masuk, tapi yang dijual di sini janganlah produk-produk teknologi rendah yang sebenarnya sudah bisa dibikin oleh UMKM sendiri,” tutur dia.
Melihat fenomena itu, Wakil Ketua Komisi VI Martin Manurung mendorong rapat gabungan antarkementerian atau lembaga terkait. Rapat tersebut untuk membahas Project S TikTok yang santer disebut merugikan UMKM nasional. Rapat gabungan dapat dilakukan kementerian terkait. Seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), serta Kementerian Kominfo.
“Kalau perlu mungkin nanti ada rapat gabungan. Karena kan ada keluhan dari perlindungan data pribadi dari pengguna TikTok (terkait Project S),” ujar Martin lewat keterangan yang diterima, Rabu (12/7) Politisi Partai NasDem itu menjelaskan, dibutuhkan kesamaan visi dari kementerian dan lembaga terkait mengenai permasalahan ini.
Menurut Martin, permintaan itu berdasar. Apalagi, kata Martin, tujuan Project S yakni memaksimalkan infiltrasi barang murah asal Tiongkok masuk ke negara yang dituju. Jika hal itu sampai terjadi di Indonesia, maka banyak UMKM bakal gulung tikar. “Bagaimana mau berkembang UMKM kita? Jadi memang harus ada pembatasan di situ,” ujar dia. Martin menegaskan pemerintah tak perlu menunggu DPR untuk merampungkan persoalan ini. Apalagi legislatif masuk masa reses.
Menurut dia, regulasi yang bersifat mendesak dapat dieksekusi segera. Sebab, aturan terkait dapat dibidani oleh kementerian-kementerian yang mengurus hal itu. “Manajemen TikTok harus dipanggil kalau menurut saya. Kita akan menunggu Langkah-Langkah pemerintah selama masa reses, kalau tidak maksimal ya kita pasti akan panggil,” ujar Martin.
Perkembangan e-commerce yang pesat menjadi kekuatan pendorong bagi TikTok memperkenalkan “Project S” dengan harapan dapat bersaing dengan raksasa yang sudah mapan seperti Shein, Amazon, dan Temu.
Sebagai bagian dari proyek, induk TikTok, ByteDance, akan memperkenalkan bagian khusus yang disebut Trendy Beat dalam aplikasi video pendek, Financial Times pertama kali melaporkan. Bagian ini akan menampilkan produk trending versi ByteDance sendiri.
Sementara TikTok Shop beroperasi sebagai platform penjualan online yang memungkinkan penjual memamerkan dan menjual produk mereka, Project S lebih mirip dengan Amazon Basics, di mana perusahaan langsung menjual dagangannya sendiri.
TikTok Shop telah sukses bagi perusahaan di Asia Tenggara, menantang penguasa regional seperti Shopee dan Lazada. Dengan proyek ini, TikTok akan memanfaatkan pengetahuannya yang luas tentang produk-produk viral di seluruh dunia, memungkinkannya memperoleh atau membuat barang-barang tersebut untuk dijual.
CEO TikTok Shou Zi Chew juga baru-baru ini mengumumkan bahwa perusahaan akan menginvestasikan miliaran dollar di Asia Tenggara, termasuk sekitar US$12,2 juta selama tiga tahun ke depan untuk menggerakkan 120.000 bisnis regional secara online. Project S akan menjadikan TikTok toko serba ada untuk konversi, penjualan, dan citra merek.